Allah Ta’ala berfirman,
Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menafsirkan Ayat di atas,
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan hikmah diperintahkannya berpuasa,
Sedangkan Al-Baghawi rahimahullah, saat menjelaskan mengapa dengan berpuasa seorang hamba bisa meraih ketakwaan, berkata,
Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan lebih rinci tentang bentuk ketakwaan yang diperoleh dengan berpuasa, setelah menyebutkan firman Allah,
Jadi, sosok insan yang berpuasa dengan puasa yang benar dan sempurna akan menghasilkan berbagai bentuk ketakwaan, namun sebaliknya, jika puasa seseorang tidak membuahkan berbagai bentuk ketakwaan maka curigailah puasanya tersebut! Bukan mustahil yang didapatkannya adalah haus dan lapar saja!
Secara lahiriyyah ia berpuasa, namun hakikatnya ia tidak berpuasa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Alangkah indahnya ungkapan Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah dalam kitabnya Al-Ubudiyyah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa
(Ramadhan) sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar
kalian bertakwa” (Al-Baqarah: 183).Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menafsirkan Ayat di atas,
يخبر تعالى بما منَّ به على عباده, بأنه فرض عليهم الصيام,
كما فرضه على الأمم السابقة, لأنه من الشرائع والأوامر التي هي مصلحة
للخلق في كل زمان. وفيه تنشيط لهذه الأمة, بأنه ينبغي لكم أن تنافسوا غيركم
في تكميل الأعمال, والمسارعة إلى صالح الخصال, وأنه ليس من الأمور
الثقيلة, التي اختصيتم بها.
“Allah Ta’ala memberitahukan tentang anugerah yang Allah
anugerahkan untuk hamba-hamba-Nya, berupa diwajibkan bagi mereka
berpuasa, sebagaimana diwajibkan bagi umat-umat sebelumnya, karena puasa
termasuk syari’at dan perintah yang bermanfaat bagi makhluk di setiap
zaman. Di dalamnya terdapat dorongan semangat bagi umat ini, yakni
selayaknya kalian berlomba-lomba dengan (umat) sebelum kalian dalam
menyempurnakan amal dan bersegera dalam kebaikan, dan (hal itu) bukanlah
perkara berat yang (diwajibkan) bagi diri kalian saja” (Tafsir
As-Sa’di).Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan hikmah diperintahkannya berpuasa,
لما فيه من زكاة النفس وطهارتها وتنقيتها من الأخلاط الرديئة والأخلاق الرذيلة
“Karena di dalam ibadah puasa itu terdapat kesucian jiwa dan
kebersihannya serta mensterilkan dari kotoran yang buruk dan akhlak yang
hina” (Tafsir Ibnu Katsir).Sedangkan Al-Baghawi rahimahullah, saat menjelaskan mengapa dengan berpuasa seorang hamba bisa meraih ketakwaan, berkata,
لما فيه من قهر النفس وكسر الشهوات
“Karena di dalam ibadah puasa itu terdapat pengendalian hawa nafsu dan penundukan syahwat” (Tafsir Al-Baghawi).Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan lebih rinci tentang bentuk ketakwaan yang diperoleh dengan berpuasa, setelah menyebutkan firman Allah,
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Agar kalian bertakwa”, dengan mengatakan,
فإن الصيام من أكبر أسباب التقوى, لأن فيه امتثال أمر الله واجتناب نهيه
“Sesungguhnya puasa termasuk salah satu sebab terbesar diraihnya
ketakwaan, karena di dalam ibadah puasa terdapat bentuk melaksanakan
perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya”
فمما اشتمل عليه من التقوى: أن الصائم يترك ما حرم الله
عليه من الأكل والشرب والجماع ونحوها, التي تميل إليها نفسه, متقربا بذلك
إلى الله, راجيا بتركها, ثوابه، فهذا من التقوى.
“Yang termasuk dalam cakupan takwa (yang terdapat dalam ibadah puasa
ini, pent.) adalah bahwa seorang yang berpuasa meninggalkan perkara yang
diharamkan oleh Allah berupa makan, minum, bersetubuh, dan lainnya yang
disenangi oleh nafsunya, dengan niat mendekatkan dirinya kepada Allah,
mengharap pahala-Nya dengan meninggalkan perkara-perkara tersebut, maka
ini termasuk bentuk ketakwaan.”
ومنها: أن الصائم يدرب نفسه على مراقبة الله تعالى, فيترك ما تهوى نفسه, مع قدرته عليه, لعلمه باطلاع الله عليه،
Dan diantara bentuk-bentuk ketakwaan dari ibadah puasa ini adalah
bahwa orang yang berpuasa melatih dirinya untuk senantiasa merasa
diawasi oleh Allah Ta’ala, sehingga ia meninggalkan sesuatu yang disukai
dirinya, padahal ia memiliki kemampuan untuk melakukannya, karena ia
meyakini bahwa Allah mengawasinya.
ومنها: أن الصيام يضيق مجاري الشيطان, فإنه يجري من ابن آدم مجرى الدم, فبالصيام, يضعف نفوذه, وتقل منه المعاصي،
“Dan diantaranya juga bahwa orang yang berpuasa berarti menyempitkan
jalan-jalan setan dalam tubuhnya, karena setan berjalan dalam diri
keturunan Nabi Adam -‘alaihis salam- di tempat aliran darah. Maka dengan
puasa melemahkan kekuatan setan dan menjadi sedikit kemaksiatan
karenanya.”
ومنها: أن الصائم في الغالب, تكثر طاعته, والطاعات من خصال التقوى،
“Di antaranya pula bahwa orang yang berpuasa pada umumnya banyak
melakukan ketaatan, sedangkan ketaatan adalah bagian dari ketakwaan”
ومنها: أن الغني إذا ذاق ألم الجوع, أوجب له ذلك, مواساة الفقراء المعدمين, وهذا من خصال التقوى.
“Di antaranya adalah orang yang kaya jika merasakan lapar (saat
berpuasa), hal itu mendorongnya untuk meringankan kesulitan orang-orang
fakir yang tak berharta, dan ini adalah bagian dari ketakwaan” (Tafsir
As-Sa’di)Kesimpulan:
Seseorang jika benar-benar berpuasa dengan ikhlas dan sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka akan menghasilkan,- Puasa termasuk sebab terbesar diraihnya ketakwaan, karena itu ia melahirkan berbagai bentuk pelaksanaan perintah Allah dan berbagai bentuk menjauhi larangan-Nya.Kesucian jiwa dan kebersihannya.
- Mensterilkan dari kotoran yang buruk dan akhlak yang hina.
- Pengendalian hawa nafsu dan penundukan syahwat.
- Orang yang berpuasa melatih dirinya untuk senantiasa merasa diawasi oleh Allah Ta’ala.
- Ibadah puasa hakikatnya merupakan bentuk tarbiyyah (pendidikan)
sosial kemasyarakatan, mendidik pelakunya menjadi insan yang peka
terhadap masyarakatnya dan bentuk tarbiyyah tersebut berupa:
- Memperkuat kasih sayang dan semangat tolong menolong dalam kebaikan di antara kaum muslimin, antara si kaya dengan si miskin, karena si kaya merasakan sebagian kesulitan si miskin berupa rasa lapar saat berpuasa.
- Memupuk persatuan diantara kaum Muslimin, karena mengawali puasa Ramadhan dan mengakhirinya secara bersama-sama, sahur dan buka pun pada waktu yang bersamaan.
- Mengajarkan kesamaan kedudukan antara si kaya dan si miskin, pejabat
dan rakyat, bangsawan bernasab tinggi, dan rakyat yang tak bernasab
tinggi, tidak ada yang membedakan diantara mereka kecuali ketakwaannya.
Masih banyak faidah-faidah lainnya, hal ini terisyaratkan dalam firman
Allah,
وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ“Dan berpuasa lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui” (Al-Baqarah: 184).
Jadi, sosok insan yang berpuasa dengan puasa yang benar dan sempurna akan menghasilkan berbagai bentuk ketakwaan, namun sebaliknya, jika puasa seseorang tidak membuahkan berbagai bentuk ketakwaan maka curigailah puasanya tersebut! Bukan mustahil yang didapatkannya adalah haus dan lapar saja!
Secara lahiriyyah ia berpuasa, namun hakikatnya ia tidak berpuasa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رب صائم حظه من صيامه الجوع والعطش
“Betapa banyak orang berpuasa yang hanya memetik lapar dan dahaga” (HR. Ibnu Majah, Al-Hakim dan dia menshahihkannya. Al-Albani mengatakan hasan sahih)Alangkah indahnya ungkapan Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah dalam kitabnya Al-Ubudiyyah:
فالعاقل ينظر إلى الحقائق لا إلى الظواهر
“(Ciri khas) orang yang berakal adalah melihat hakikat (sesuatu), tidak terjebak dengan lahiriyyahnya”.
No comments:
Post a Comment